Dandelion adalah bunga liar yang kuat. Bahkan, saat tumbuhan lainnya mati, dandelion tetap hidup. Menahun. Dandelion bisa hidup di mana saja asalkan ada sinar matahari. Di sela-sela batu, di dekat rel kereta api, ataupun di retakan-retakan trotoar pun ia bisa hidup. dan, aku pun ingin seperti itu. Hidup seperti dandelion.- Dandelion - Bunga Cantik di Balik Salju - (T. Andar)
Sabtu, 19 November 2011
Miracle of Nature
Kurebahkan penatku beralaskan bantal dan selembar selimut. Kubaringkan tubuhku mencoba mengurangi letih karena perjalanan hari ini. Kumulai memejamkan mataku, dan mulai terdengar suara gemuruh air ditelingaku. Suara alirannya, gemericik kecipakx masih terngiang dibenakku. Suara air terjun yg sepagi tadi telah mengguyur tubuh rapuhku. Suara alam yang bermemoar dalam otakku. Menciptakan rasa syukur yang tak berkesudahan. Ingin, q teriakkan sekali lagi, terima kasih Tuhan, terima kasih alam, sambutlah aku dalam rengkuhan hangatmu, basuhlah jiwaku dengan jernihx airmu. Puaskan dahagaku dengan elokx parasmu.
Ah, semakin dalam kupejamkan mataku, semakin terasa nyata sentuhan hembusan angin yang mempermainkan jilbab ku. Masih terasa sangat jelas, rasa dingin yang mengguyur sekujur tubuhku, titik-titik guguran air yang menggelitik kulitku.
Yah, walaupun kini ku hanya berada di atas hamparan tempat tidurku dgan selembar selimut merah yang menutupi tubuh ringkihku. Masih teringat olehku aroma pepohonan yang dibasuh oleh cahaya matahari, aroma tanah basah yang mengiringi perjalananku, aroma yang memabukkanku hingga kumelayang dalam kenangan.
Kenangan yang baru kucipta tadi pagi. Bersama sahabat-sahabatku yang tidak akan pernah terganti. Bersama mereka yang akan menerimaku dengan segala kejelekanku. Bersama mereka yang denganx aku merasa istimewa.
Mereka orang-orang luar biasa yang telah melewati berbagai kejadian bersamaku. Walau rapuhx ikatan terkadang menghantui, walau tinggix ego terkadang menghantam dinding-dinding toleransi, tapi tanpa kami sadari, selalu ada jalan untuk kembali. Kembali berbagi sekelumit kisah dan gelisah. Selalu begitu, terulang tapi tak pernah patah. Terulang tapi tak pernah cacat. Terulang tapi tak pernah berhasil merobek tabir kebersamaan ini. Kebersamaan yang senantiasa menemaniku dalam menelusuri seluruh jenjang pencarian jati diriku.
Pagi ini, dengan mereka, kami kuatkan tekad, kami berpacu bersama debu2 yang bertebangan, suara decit ban motor beradu dengan aspal. Kami satukan langkah bersatu dengan alam. Bercumbu bersama angin dalam manisx suara awan. Bergerilya dari satu pijakan ke pijakan yang lain, tak peduli dengan kaki yang merengek lelah, suara nyanyian air terasa lebih menggoda. Tergesa kurebahkan badanku di dinding curam batu air terjun, kurasakan jatuhx air menyakiti wajahku. Tapi aku tak peduli, rasa segar yang kuterima terasa jauh lebih memabukkan.
Ahh, nikmatx bergumul dengan alam. Tak akan habis cerita yang bisa kukisahkan. Tapi mataku terasa semakin berat, dan tubuhku telah memprotes meminta keadilan. Ini, saatx kau memanjakan tubuhmu dalam empukx tempat tidur, keluh tubuhku. Yaa, aku telah berjalan sangat jauh, aku lelah sambung kaki.
Ya ya ya, baiklah putusku. Sekarang kubiarkan instingku yang mengambil alih kendali tubuhku. Semakin lemah, lunglai dan aku telah berada di lembah kedamaian.
Tahura Mandiangin-
201111
Banjarmasin - 201111 - 15:38
Selasa, 15 November 2011
Morning Desire
Menata langkah tuk mulai hari merupakan hal penting untuk ciptakan hari yang tidak akan terlupakan. Tentunya hal2 bahagia yang selalu akan dikenang dalam kerlap bintang dalam sudut hati manusia. Mencipta telaah yang jujur sehingga hari tidak akan dipenuhi dengan kebohongan. Belajar mengartikan ketulusan dengan praktek yang sesungguhnya. Tidak hanya mengerti apa arti ketulusan, tapi dapat memahami dan merasakan bentuk ketulusan yang sesungguhnya. Merasakan lembut aromanya, wangi belaianya dalam titah pencipta dunia. Mencoba bergumul dengan segala kesusahan, sehingga meresapi pentingnya kesabaran.
Ahhh, begitu pandainya aku merangkai kata. Hingga aku melupa pada jiwaku sendiri yang goyah. Yang labil dan terkungkung dalam imaji yang selalu menjanjikan kesempurnaan.
Inilah aku. Aku melangkahkan kaki ditebaran masalah yang kuciptakan. Mendera hati yang telah cacat karena ulahku sendiri. Menangis perih dengan air mata yang tak lagi suci. Berjalan tertatih menuju dunia nyata yang menyakitkan.
Aku ingin berteriak, dan memaki. Ingin kulepas beban ini agar kumengerti arti kebebasan. Aku ingin kembali ke masa aku masih mengerti arti sebuah kenyataan.
Murid-murid pertamaku
Mereka membuatku terharu, sungguh.
Hari ini, dengan langkah riang kulangkahkan kaki menuju kelas XI IPA dan IPS Siti Mariam. Mereka menjanjikan akan mengumpulkan kertas komentar untukku mengajar hari ini. Sesampainya di sana aku hanya bisa tertegun, mereka memberikan lebih dari sekedar komentar, mereka menulis surat untukku, isinya lucu-lucu, dan hampir membuatku menangis.
Entah aku yang terlalu cengeng, atau memang aku benar-benar telah menyayangi mereka dengan sangat tanpa aku menyadarinya.
Perpisahan yang selama ini aku harap-harapkan kedatangannya, kini serasa menjadi momok menyakitkan yang tidak ingin kulalui.
Mereka... aku merasa belum siap untuk kehilangan celoteh riang mereka, wajah-wajah polos ingin tahu bahkan wajah-wajah sok tahu yang terkadang menggigit hatiku.
Mereka dengan segala tingkah polahnya membuatku menyadari, ada yang jauh lebih indah daripada sekedar hidup di alam khayal bersama sang idola. Bahkan senyum mereka terasa lebih, JAUH-JAUH-JAUH mengobati luka. Bersama mereka membuatku menyadari pentingnya arti sebuah kedewasaan, aku mahasiswi yang cenderung labil ini, yang masih berada dalam fase alay, mendapat hikmah yang besar saat bersama mereka.
I Should to do change... Aku musti berubah. Menjadi yang lebih baik, diiringi doa dan harapan mereka untukku.
Surat-surat ini, banyak pelajaran yang dapat kupetik darinya, banyak yang harus dirubah dariku. Mereka mendoakan aku tuk menjadi yang lebih baik lagi, semangat juang ini kudapat setelah melihat senyum mereka.
Satu komentar yang membuatku ingin menangis "Ibulah yang terbaik dari pada yang lainnya", Dia -sebut saja Beta- muridku yang satu ini, adalah murid favoritku, dia sering memperhatikan pelajaran, sering bercerita padaku, sering bertanya dan murid paling "cangkal" di kelas. Hmmmm, bahkan dia memberikan permen KISS "he he he".
Komentar yang paling banyak muncul adalah suara ibu kurang nyaring , yaaah itulah kelemahanku murid-muridku sayang, kalian mungkin tahu bagaimana keadaan vokalku yang seperti tikus kejepit lift ini.
Tapi dari segala komentar yang ada, aku cuman berharap aku bisa terus berhubungan baik dengan mereka. Untunglah dunia sekarang sudah jamannya teknologi. Aku masih bisa berhubungan dengan mereka lewat jejaring sosial seperti Facebook.
Mereka murid-murid pertamaku, mereka tidak akan pernah kulupakan, kenangan bersama mereka akan terus tersimpan di dalam kotak penuh kebahagiaan di salah satu sudut hatiku.
I WILL ALWAYS LOVE YOU MY STUDENTS <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3 <3
Minggu, 13 November 2011
Entah apa yang menggerakkan jemariku tuk kembali berkunjung kesini. Setelah hampir dua tahun tak dikunjungi, berandaku telah penuh dgan sampah dan sarang laba2 di sana -sini *mengutip kata Raditya Dika.
Kucoba mengajak jemariku untuk kembali berdansa di atas tuts2 keyboard. Mencoba tuk kembali merangkai kata dalam binar asa yang berdera.
Mencoba tuk mengasah jiwa tuk membasuh pedih dan membagi tawa dalam rinai kebahagiaan.
Bersenandung bersama awan, bercengkerama dgan gemintang, menciptakan lahar cinta yang tak berkesudahan.
Ah, terasa letih tuk terus merangkai kata mencipta pujangga, karena hanya lewat ponsel ini ku dapat berbagi kisah.
Sudahlah, keluh pun tak guna menghapus peluh, hanya ingin menyapa semesta yang telah terlupakan.
Kucoba mengajak jemariku untuk kembali berdansa di atas tuts2 keyboard. Mencoba tuk kembali merangkai kata dalam binar asa yang berdera.
Mencoba tuk mengasah jiwa tuk membasuh pedih dan membagi tawa dalam rinai kebahagiaan.
Bersenandung bersama awan, bercengkerama dgan gemintang, menciptakan lahar cinta yang tak berkesudahan.
Ah, terasa letih tuk terus merangkai kata mencipta pujangga, karena hanya lewat ponsel ini ku dapat berbagi kisah.
Sudahlah, keluh pun tak guna menghapus peluh, hanya ingin menyapa semesta yang telah terlupakan.
Langganan:
Postingan (Atom)